Bismillah

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‎​​​
Dengan nama ALLAH yg Maha Pengasih Maha Penyayang
In the name of ALLAH the Most Gracious the Most Merciful

Saturday, October 31, 2015

Move on

Kampanye pilpres sudah lama usai. Pemilihan presiden sudah pula selesai dan pemenangnya malah sudah secara sah dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia.... tahun lalu. Iya, tahun lalu. Tapi herannya, meski sudah lebih dari setahun berlalu, masih ada aja sebagian pendukung presiden terpilih yang bersikap seakan-akan sekarang masih masa kampanye, dimana capres yang didukungnya tak boleh terlihat salah, tak boleh terlihat lemah dan tak boleh dikritik, agar bisa menarik hati pemilih dan menang pilpres. Luar biasanya, yang mengkritik presiden selalu dianggap sebagai "orang-orang yang belum move on karena jagoannya (baca: Prabowo) kalah di pilpres 2014". Padahal, tidak sedikit pengkritik keras presiden saat ini adalah mantan pendukung beliau di masa kampanye pilpres. Malah ada yang mantan Ring-1 beliau sejak masih mencalonkan diri sebagai DKI-1.

Saya khawatir pendukung RI-1 ini lupa, bahwa dimanapun yang namanya pemimpin harus siap dikritik. Kritik itu ada yang mengibaratkan sebagai obat -umumnya pahit- yang menyembuhkan. Kritik ada karena tidak ada manusia yang bebas dari kesalahan. Bahkan para Rasul/Nabi pun -sebagai manusia- bisa berbuat salah, bedanya Allah swt langsung yang menegur jika mereka berbuat salah. Jika manusia terbaik seperti para Rasul/Nabi saja bisa berbuat salah, apalagi cuma presiden di sebuah negara miskin tapi kaya bernama Indonesia.

Sejak reformasi 1998, pejabat presiden RI tidak lagi haram dikritik seperti jaman Orde Baru. Tak ada pejabat RI-1 pasca reformasi 98 yang steril dari kritikan. Mereka bahkan dibully, baik di parlemen, media massa dan yang umum sekarang; di media sosial. Habibie, Gus Dur, Megawati hingga SBY dihajar kritik kiri kanan atas bawah depan belakang, dari oposisi di parlemen hingga di warung kopi pinggir jalan. Silahkan tanya ama mbah gugel soal kritik-kritik untuk para presiden ini, Bermacam-macam aneka dan model kritik untuk mereka, dari yg sopan dengan toto kromo menyindir halus, demo sambil bakar foto hingga membawa kerbau yang ditempel nama RI-1 di perutnya. Semua ini jamak terjadi di negara yang menganut sistem demokrasi, walaupun setiap kebebasan selalu ada batasnya. Ada UU yang mengatur ini.

Orang bijak bilang bahwa semakin tinggi pohon semakin kencang anginnya. Ini maksudnya semakin tinggi jabatan semakin besar tanggung jawab dan biasanya berbanding lurus dengan semakin banyak kritik, hujatan bahkan hinaan. Ini berlaku umum, di setiap level jabatan dan pada setiap komunitas. Maka, setiap individu yang dengan kesadaran penuh mencalonkan diri sebagai pemimpin harus siap menerima 'angin kencang' ini. Ini adalah konsekuensi jabatan publik. Kalau tidak mau dikritik ya tidak usah jadi pemimpin. Tidak usah memanjat pohon tinggi-tinggi, cukup main-main di bawah pohon aja. Jadi rakyat biasa.

Sekedar mengingatkan, sekarang udah bukan jaman Orde Baru. RI-1 yg sekarang & pendukungnya waktu kampanye selalu berteriak anti Orde Baru. Malah, Orde Baru mereka jadikan senjata untuk menyerang capres saingan. Sekarang juga jamannya teknologi informatika dengan medsos sebagai salah satu produknya. Informasi jadi begitu cepat tersebar tanpa ada filter. Presiden seharusnya sudah tahu semua ini sebelum nyapres dan -seharusnya juga- sudah siap dengan segala konsekuensinya jika terpilih. Pendukung presiden -yang saya yakin pintar dan tidak gagap teknologi- juga mestinya tahu ini jadi aneh rasanya jika mereka ikut tersinggung saat ada yang mengkritik presiden, baik secara halus maupun kasar. Karena dengan nyapres itu artinya beliau sudah teken kontrak 'siap dikritik/dihujat/dihina/dibully dsb' di dunia nyata maupun di dunia maya jika terpilih. Beliau saja sudah siap, mengapa pendukungnya tidak?

Juga tak perlu takut sama Prabowo. Beliau itu cuma pengusaha yang kebetulan pernah jadi capres saingan presiden sekarang. Beliau tidak punya kekuatan politik apapun karena memang tidak memangku satupun jabatan publik. Tidak di legislatif, yudikatif apalagi eksekutif. Satu-satunya jabatan politik yang beliau pegang adalah ketua umum partai politik, yang tidak punya wewenang apapun kecuali di internal partainya.

Saya ingat para pendukung RI-1 ini masa kampanye 2014 kemarin pernah berjanji bahwa mereka akan ikut mengkritisi jika capres mereka terpilih. Sekarang saatnya membuktikan janji mereka karena capres mereka sekarang sudah jadi RI-1. Mari kita kritisi beliau agar jalannya lurus untuk kebaikan bangsa ini. Mari move on dari pilpres 2014. Oke?

Tuesday, September 1, 2015

Dunia Dan Seisinya, Mau?

Jika ditanyakan pada seseorang, "Kalau besok pagi kamu bangun jam 4.00 terus pergi ke suatu tempat & ambil uang Rp 1 milyar sebagai imbalannya, mau gak?"

Haqqul yaqin, 100% sure, pasti dijawab semangat, "Mau!!"

Itu baru Rp 1 milyar. Bagaimana jika imbalannya dunia & seisinya, mau? Jika anda orang yang beriman, anda pasti percaya dengan sabda Rasulullah saw. Dan Rasulullah saw bersabda dalam salah satu hadits:

Dari 'Aisyah ra Rasulullah saw bersabda: "Dua rakaat sholat fajar (sunnah qobliyah subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Muslim no 725)

Catat pakai huruf tebal: lebih baik dari dunia dan seisinya. Masya Allah! Untuk imbalan uang senilai Rp 1 milyar aja kita semangat meski harus bangun pagi2 sekali, apalagi untuk imbalan yang lebih baik dari dunia dan seisinya. Rp 1 milyar itu jelas tidak ada artinya dibanding dengan dunia dan seisinya.

Dan yang paling menggembirakan adalah, imbalan yang lebih baik dari dunia dan seisinya itu, garisbawahi ini; baru untuk sholat sunnah fajar. Untuk melakukan sholat sunnah aja kita mendapat imbalan yang nilainya lebih baik dari dunia dan seisinya, apalagi sholat wajib! Sholat apa itu? Sholat Subuh berjamaah di masjid!

Maka wajar jika Rasulullah saw menggambarkan keutamaan sholat Subuh dengan hadits berikut ini:

"Seandainya mereka mengetahui pahala yang terkandung dalam sholat Isya' dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya (berjamaah di masjid) walaupun dengan merangkak." (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu besarnya imbalan sholat Subuh berjamaah di masjid hingga kita akan rela ke masjid meskipun harus merangkak. Sungguh, Allah Maha Pemurah.

Wallahua'lam.

Monday, July 27, 2015

Islam Yang Lurus

Ada yang pasang status di media sosial seperti ini:


Si penulis status ini mungkin sedang bingung melihat banyaknya aliran / kelompok dalam Islam. Padahal Allah swt dan Rasul-Nya sudah memberi 'clue' dalam menghadapi kondisi ini. Clue-nya berupa dalil:

Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa 59)

Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm)

Dua dalil ini berasal dari 2 sumber utama dalam agama Islam: Al-Quran dan Al-Hadits (Sunnah). Dua dalil ini gamblang menjelaskan bahwa selama umat Islam berpegang teguh pada Al-Quran dan Al-Hadits maka tak akan tersesat. Maka jadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai filter dalam menilai suatu kelompok / aliran dalam Islam. Jika ajaran dalam kelompok / aliran tersebut sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, sesuai dengan dalil2 dalam Al-Quran dan Sunnah maka wajib kita terima, Namun jika ajarannya bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah maka wajib kita tinggalkan.

Begitupun penilaian kita terhadap ustadz / kyai / syekh, gunakan 'filter' Quran & Sunnah dalam mencermati ajaran2 mereka. Allah swt menganugerahi kita akal dan hati untuk mendeteksi yang haq dan yang bathil. Itu masih ditunjang dengan doa kita dalam sholat,  minimal 17 kali sehari, memohon kepada Allah swt agar menunjukkan jalan yang benar.

Semoga Allah swt selalu menunjukkan kita jalan yang lurus, jalan orang-orang yang Dia beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Dia murkai, dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat. Aamiin.

Wallahua'lam.

Kehidupan Manusia Di Bumi

Berapa lama rata-rata manusia hidup di bumi? Umat muslim biasanya merujuk pada usia Rasulullah saw saat beliau wafat, yaitu 63 tahun. Sering juga menggunakan patokan hadits ini: 

"Usia umatku antara 60 sampai 70 tahun. Sedikit di antara mereka yang melebihi batas itu." (HR Tirmidzi)

Anggaplah kita bisa hidup sampai 70 tahun, atau malah 80 tahun, itu tetap tak ada artinya jika kita hadapkan dengan ayat berikut ini:

"Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu" (QS Al-Hajj 47)

Tak ada artinya karena berarti umur kita ternyata tak sampai 0,1 (sepersepuluh) hari, menurut perhitungan Allah swt. Di dunia ini, ada beberapa mahkluk kecil yang usianya tak sampai sehari. Malah ada yang umurnya hanya beberapa jam saja. Menurut kita beberapa jam itu sebentar aja, tapi bisa jadi menurut makhluk2 itu beberapa jam itu seperti puluhan tahun-nya kita, wallahua'lam. Begitupun usia kita di hadapan Allah swt yang tak sampai sepersepuluh hari saja.

Di usia yang begitu pendek ini, masih layak-kah kita menyia-nyiakan waktu melakukan hal yang bukan merupakan tugas utama kita? Ingat, tugas utama kita di dunia adalah beribadah kepada Allah swt, seperti tertulis dalam surat Adz-Dzariyat  56:

"Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepadaKu"

Lakukan tugas utama kita itu dulu, yaitu beribadah kepada Allah swt. Sisa waktunya baru untuk 'bermain-main' yang tak usah terlalu serius.

"Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan ............................................................. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" (QS Al-Hadid 20)

Senang / susahnya hidup di dunia ini tak akan berarti apa-apa jika dibandingkan dengan surga / nerakanya Allah swt. Makanya jangan terlalu serius menghadapi persoalan hidup di dunia ini. Seriuslah dalam beribadah kepada Allah swt, tentu beribadah yang sesuai tuntunan Rasul-Nya, agar hidup kita yang amat singkat ini tak sia-sia.

Wallahua'lam.

Tuesday, June 2, 2015

BR: Stay or Leave

Musim 14/15 sudah selesai. Ada tamparan keras buat LFC di akhir musim. Dua game terakhir Gerrard berakhir dengan kekalahan. Dipermalukan Crystal Palace 1-2 di Anfield dan dibantai Stoke City 1-6 di Britannia Stadium. Another roller-coaster season has gone. Our old Liverpool FC has back. Same old Liverpool I know precisely.

Tapi saya tidak mau membahas performa LFC musim 14/15. Ini bukan blog season review. Saya mau bahas soal kelanjutan nasib manager Brendan Rodgers. Sebelum mulai, saya mau jujur bilang bahwa saya termasuk dalam golongan minoritas, pengguna tagar #IRWT (In Rodgers We Trust). 


Tapi saya punya beberapa alasan, dan alasan2 inilah yg mendorong saya membuat blog ini.

1. Sukses musim 13/14
Musim 13/14 LFC lumayan sukses. Kesuksesan yang bahkan tak dibayangkan oleh Brendan Rodgers sendiri. Title contender, kejar2an point sama Man City hingga game terakhir. Sudah memastikan tampil di UCL musim berikutnya, tanpa lewat kualifikasi, saat musim masih menyisakan beberapa pertandingan. Tombak kembar SAS (Suarez And Sturridge) jadi momok yang menakutkan semua defender EPL, kecuali defender LFC pastinya. Suarez mencetak 31 gol dan Sturridge 20 gol, menempatkan mereka di peringkat 1 dan 2 daftar top-scorer EPL musim 13/14. Supporter LFC musim itu serasa sedang bermimpi. Spanduk bertuliskan "Make Us Dream" selalu hadir di setiap pertandingan LFC. Mimpi untuk merebut gelar EPL untuk pertama kalinya terasa akan berakhir musim itu. Mimpi memiliki tim yang berprestasi sekaligus bermain indah bak masa2 kejayaan LFC tahun 70-80an pun hadir. Dan Brendan Rodgers adalah orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas hadirnya mimpi itu. Skill man-management dalam mengeluarkan kemampuan terbaik seorang pemain, meramu pemain senior / junior dalam tim, taktik formasi yang beragam adalah beberapa alasannya. Atas semua ini fans menyepadankan BR dengan manager legendaris Bill Shankly, seperti tertulis dalam lirik chant untuk sang manager:


Meskipun, imho, kesuksesan musim 13/14 adalah juga berkat LFC yang tidak bermain di Eropa. LFC hanya fokus di kompetisi dalam negeri. BR jadi punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan skuadnya dari game ke game. Pemain pun lebih bugar fisiknya karena tidak diganggu game tengah minggu. Sementara pesaing2 top-four semuanya terlibat dalam kompetisi Eropa. Musim 13/14 juga mencatat bahwa hampir semua pesaing2 top-four LFC mempunyai manager baru. Mereka masih beradaptasi dengan sistem baru, sementara LFC sudah musim kedua ditangani BR. Pemain LFC pun relatif sama dengan musim 12/13, hanya Mignolet (kiper) pemain baru yg jadi pemain reguler, jadi tidak ada lagi pemain yg masih beradaptasi. Kondisi ini mampu dimaksimalkan oleh BR dengan membawa LFC finish di posisi runner-up.

2. Luis Suarez dan pemain2 baru
Setelah musim 13/14 yang sukses, LFC menjual Luis Suarez, pemain protagonis utamanya. Dan uang hasil penjualan digunakan untuk membeli beberapa pemain yg dianggap mampu menambal lubang2 di musim 13/14. Pemain2 baru ini, karena kebutuhan, langsung menjadi pemain reguler. Lovren, Can, Moreno, Lallana adalah pemain2 baru yg langsung jadi pemain reguler LFC. Balotelli dan Manquillo juga sempat merasakan jadi pemain reguler di awal2 kedatangan mereka. Markovic pun begitu. Separuh dari mereka adalah pemain baru di Inggris. Mereka butuh waktu untuk beradaptasi dengan gaya Inggris sekaligus skema yg digunakan BR. Sebagai pembanding, pemain sekaliber Luis Suarez saja tidak langsung nyetel dengan skema permainan BR. Suarez butuh waktu satu musim penuh (12/13) untuk beradaptasi. Baru di musim berikutnya (13/14) Suarez menggila dan mampu melesakkan 31 gol. 

3. Faktor Gerrard
Ini murni pendapat saya, don't take it if you don't like it. Pengaruh Gerrard sangat kuat di internal LFC. Bisa jadi, BR yg "anak kemaren sore" di LFC dibanding Gerrard kalah pamor meskipun dia manager. Ini membatasi ruang gerak BR. Dia jadi kurang leluasa mengatur skuadnya. Ada rasa ewuh pakewuh ke Gerrard, ga enak hati ga mainin Gerrard kalo dia lagi fit. Padahal bisa jadi secara taktik harusnya Gerrard dicadangkan atau malah ga dibawa, seperti yg sering BR lakukan ke pemain lain. Gerrard sendiri mengakui kalau keputusan dia keluar dari LFC adalah karena dia mau bermain reguler sampai dia pensiun kelak (http://www1.skysports.com/football/news/11669/9847511/steven-gerrard-says-he-needed-to-leave-liverpool-for-mls-to-play-games). Ini yang tidak bisa dipenuhi LFC, selain masalah payroll. Jadi, kepergian Gerrard bisa jadi adalah solusi terbaik buat semua pihak. Win win solution. Gerrard 'mengalah' untuk LFC.

So, BR punya potensi untuk menjadi manager sukses seperti kita lihat kesuksesan dia di musim 13/14. Musim 14/15 pun kalau mau jujur, dengan segala kondisinya, not too bad imho. LFC masih finish di posisi 6. Masih dapat jatah kompetisi Eropa, meskipun hanya Europa League. Di Piala Liga & FA Cup LFC mampu menembus semifinal. Progres kalau dibanding musim 13/14. Musim 15/16 seharusnya para pemain baru sudah beradaptasi & nyetel dengan skema BR. Pemain2 yang diincar oleh BR pun -gosipnya- adalah pemain2 yg sudah wara wiri di EPL untuk memudahkan adaptasi. Kepergian Gerrard juga bisa menjadi 'blessing in disguise' bagi LFC dan BR khususnya, semoga.

Selain itu, jika BR dipecat dan diganti manager baru berarti klub butuh waktu lagi untuk beradaptasi. Tidak ada jaminan manager yg hebat di liga luar Inggris bisa hebat juga di liga Inggris. Dan fyi, Sir Alex Ferguson pernah ada di posisi BR sekarang. Supporter ramai2 menghujat setelah 3 tahun jadi manager tanpa hasil.


Tapi di musim ke-4 SAF mampu menjawab hujatan dengan mendapatkan trophy FA Cup. Dan baru musim ke-7 mendapatkan trophy EPL. Setelah itu, hampir tidak ada musim yg dilewati MU & SAF tanpa trophy. Bayangkan betapa bahagianya kita kalo seandainya owner MU waktu itu ngikutin kemauan fans, LFC pasti masih jadi pemegang rekor juara liga terbanyak :). Kuncinya adalah stabilitas jangka panjang. Old school memang di jaman serba duit ini, tapi bukan ga mungkin bisa berhasil. Owner FSG pun sepertinya menganut prinsip yang sama. Mereka bukan raja minyak yang rela merugi untuk 'membeli' kesuksesan dengan uang. Mereka pebisnis yang bervisi jangka panjang. Tak heran jika hampir semua pemain yang dibeli adalah pemain muda.

Kesimpulan: give BR one more season. Musim 15/16 adalah musim ke-4 BR di LFC. Musim 15/16 sudah tidak ada lagi alasan BR untuk tidak sukses. Semua yg dia butuhkan untuk sukses sudah diberikan owner. Dan ukuran sukses untuk klub sekelas LFC adalah trophy. Make us dream (again), Brendan. YNWA!

Sunday, May 24, 2015

Kewajiban Utama

Ada seorang mahasiswa yang tinggal di sebuah rumah kost dekat kampusnya. Oleh teman-teman se-kostnya mahasiswa ini dikenal baik, ramah, santun, sering membantu tanpa diminta dan tak pernah mengganggu apalagi menyusahkan. Bahkan dia rela mengorbankan kepentingannya sendiri demi membantu temannya. Namun dibalik 'kesempurnaan' ini, mahasiswa ini punya satu kelemahan; dia tak melaksanakan kewajiban utamanya sebagai penghuni rumah kost, yaitu membayar iuran bulanan. Sudah seringkali ditegur oleh bapak pemilik rumah kost namun teguran ini diabaikan begitu saja. Teman se-kost nya pun ada yang sudah mengingatkan tapi dia bergeming.

Cerita di atas adalah sebuah analogi. Jika kita tempatkan diri kita adalah si mahasiswa, teman-teman se-kost adalah orang2 sekitar kita, rumah kost adalah bumi tempat kita tinggal, lalu bapak pemilik rumah kost adalah ALLAH SWT maka kita akan paham mengapa ALLAH SWT sangat murka pada manusia yang tidak melakukan kewajiban utamanya sebagai makhluk ciptaanNYA: meng-esa-kan ALLAH dengan beribadah kepadaNYA. 

Tidaklah KUciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepadaKU (QS 51 : 56)

Ayat di atas menunjukkan secara gamblang tujuan ALLAH menciptakan manusia. Maka manusia yang tidak menjalankan apa yang ALLAH wajibkan atasnya, bersiaplah untuk mendapat murka ALLAH. Adalah wajar jika bapak pemilik kost marah kepada mahasiswa yang tak membayar iuran kost tadi. Teman-teman se-kost si mahasiswa pun tak punya hak untuk melarang si bapak untuk mengusir si mahasiswa dari rumah kost-nya jika tak juga membayar iuran. Teman-temannya tak bisa berkata "dia anak yg baik, dia sering membantu kami, jangan diusir dll" karena segala kebaikan yang sudah dia lakukan kepada teman-temannya tak berarti apa-apa bagi si bapak kost.

Dan orang-orang kafir, amal-amal (baik) mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun... (QS 24 : 39)

WaLLAHua'lam

Saturday, April 4, 2015

Zuf

Saya punya tetangga, namanya Zuf. Sering bertemu saat sholat berjamaah di masjid dekat rumah. Kesan pertama biasa aja, karena memang dia berpenampilan biasa seperti jamaah masjid yang lain. Cenderung pendiam, agak kaku, kerap menyapa dengan kalimat yg sama setiap kali bertemu dan bersalaman "Assalaamu'alaykum, sehat pak?" begitu terus tanpa dilanjutkan kalimat lain. 

Seperti muslim lainnya yg berusaha berpenampilan sesuai sunnah beliau berjenggot walau tak lebat dan bercelana cingkrang (di atas mata kaki) dalam kesehariannya. Ada juga tanda hitam di keningnya walau jelas dia bukan kaum syiah yg sujud di atas batu.

Jika ke masjid, beliau selalu mengajak 2 anak lelakinya. Yang paling besar kelas 6 SD, adiknya mungkin kelas 3 atau 4. Dalam beberapa kesempatan suara anaknya lah yang memecah keheningan komplek kami saat mengumandangkan adzan Subuh. Istrinya beberapa kali terlihat ikut sholat berjamaah di masjid walau tak sering.

Rumah kami berdekatan. Gang rumah dia tepat sebelum gang rumah saya. Rumah dua lantai. Bagus memang, tapi tak mencolok jika dibandingkan dengan rumah2 lain di lingkungan kami. Rumah yang biasa saja, menurut saya.

Itu semua kesan pertama saya: biasa saja.

Pandangan saya berubah sejak saya mendaftarkan anak saya untuk ikut TPA di masjid kami. Ketika meminta formulir untuk mendaftarkan anak saya, saya bertanya kepada ustadz soal uang pendaftaran dan iuran bulanan. Sampai di sini masih wajar kan? Menjadi tidak wajar ketika ustadz tersebut menjawab "Sementara ini TPA kami tidak memungut bayaran pak". Bingung saya. Kecuali sekolah milik pemerintah, sekolah mana yg gratis? Mungkin ada pendidikan gratis untuk orang-orang tidak mampu, tapi lingkungan kami ini jelas bukan lingkungan orang-orang tak mampu. Kami hanya dibebankan menyiapkan goody-bag (kantong plastik berisi snack & minuman) secara bergiliran yg akan diberikan kepada santri TPA, selepas mereka mengaji. Sebagai 'reward' (penyemangat) untuk anak-anak itu.

Hingga suatu saat TPA ini mengadakan outing untuk santri-santrinya. Outing yang, lagi-lagi, gratis. Tanpa dipungut bayaran sepeser pun. Malah anak-anak mendapat kaos seragam untuk dikenakan selama outing, seragam dengan ustadz / ustadzah mereka yang juga ikut dalam outing ini. Lokasi outing-nya tidak jauh dari perumahan kami. Utuk kendaraan ke lokasi outing menggunakan 3 unit bus berukuran sedang. Di sana anak-anak juga mendapat makan siang. Singkatnya, ada biaya dalam kegiatan ini yang pasti tidak sedikit. Mengapa kami, orangtua anak-anak tersebut, tidak mengeluarkan uang sepeser pun?

Saat mengantar anak saya pergi outing itulah saya tahu semuanya. Ternyata semua biaya outing itu ditanggung oleh tetangga saya itu. Zuf. Dia juga yang jadi alasan mengapa TPA di masjid kami itu gratis. Renovasi perluasan masjid kami tempo hari juga dia yang menanggung sebagian besar biayanya. Pembelian alat2 sound system, komputer, AC, karpet, lampu-lampu dan aksesoris lainnya juga dia yg menyediakan dananya. Untuk biaya operasional harian / bulanan masjid, termasuk listrik, air, maintenance, gaji ustadz tetap, honor ustadz di kajian2 khusus dan marbot, beliau juga yang menanggung, melalui perusahaan miliknya. Tak cukup itu, masjid kami juga memfasilitasi olahraga bulutangkis, futsal & sepakbola untuk anak-anak setiap minggu. Untuk sepakbola malah disediakan pelatihnya. Fasilitas ini terbuka untuk siapa saja, tak hanya jamaah masjid. Tak hanya muslim. Dan beliau juga yang menanggung biaya sewa lapangan & gaji pelatih. Masya Allah, tsumma masya Allah...

Zuf ini pemilik sebuah perusahaan workshop perkapalan. Setiap hari Jumat dia mengadakan kajian untuk karyawan di kantornya yg dekat dengan komplek kami. Tak jarang dia mengundang ustadz-ustadz yang cukup terkenal untuk mengisi kajian di kantornya. Saya dan istri pernah sekali diundang Zuf untuk hadir dalam majelis tersebut. Seluruh karyawannya ikut dan serius mengikuti kajian yang memang menarik. Istri saya pernah ikut sekali lagi dalam kajian rutin tersebut, dimana saya berhalangan hadir.

Rezeki yang dia dapat dari usahanya itulah yang menjadi jalan jihad buat Zuf. Jihad melalui hartanya. Membelanjakan harta di jalan Allah SWT.

Ya Allah, murahkanlah rezeki Zuf agar semakin banyak manfaat dan maslahat yang bisa dia berikan untuk kepentingan Islam dan muslimin/muslimat.

Ya Allah, gerakkanlah hati muslimin/muslimat yang punya kelapangan rezeki seperti Zuf untuk berjihad dengan hartanya di jalanMU.

Ya Allah, murahkanlah rezekiku dan mudahkanlah urusanku agar aku bisa seperti saudaraku Zuf.

Aamiiin yaa Robbal'alamiiin...

Musuh Umat Islam: Jokowi dan PDIP

Posted On 1 Apr, 2015

Oleh: M. Sembodo

Dalam kongres ke 8 PRD baru-baru ini, terlihat wajah Ajianto Dwi Nugroho, kader Kasebul [Kaderisasi Sebulan] lulusan Fisipol UGM, berada di arena kongres. Memang itu kongres terbuka sehingga siapa saja bisa hadir. Tapi pertanyaan perlu diajukan: mengapa ia sampai mengusahakan dirinya muncul di arena kongres PRD? Sebatas kebetulan? Atau ada tujuan lain?

Sepertinya kader-kader fundamentalis Katolik didikan Pater Beek seperti Ajianto mulai resah. PRD [Partai Rakyat Demokratik] yang selama ini anggotanya ada dari kalangan Kasebul, mulai berdekatan dengan Islam politik seperti PKS. Ini tentu tidak mereka inginkan. Mereka berharap PRD tetap menjadi partai liberal sekuler. Sementara itu, keresahan juga ditunjukkan kalangan fundamendalis Kristen seperti Weby Warouw [faksi PRD dari unsur fundamentalis Kristen]. Sampai-sampai ia meminjam mulut Wibowo Arif– yang dilabelinya sebagai budayawan. kita tak pernah tahu dia budayawan apa– untuk menyerang posisi PRD yang berdekatan dengan PKS. Sementara dari kalangan anarko Pajeksan juga tak terima dengan langkah PRD tersebut.

Pengantar tulisan saya di muka untuk memperlihatkan kekhawatiran kalangan fundamentalis Katolik dan Kristen terhadap bangkitnya Islam politik. Secara lebih luas, mereka sekarang berkumpul di sekitar PDIP dan Jokowi. Ini tentu berbahaya karena PDIP dan Jokowi sekarang sedang berkuasa. Dengan begitu mereka akan dengan gampang menebaskan pedang kekuasaan untuk memenggal umat Islam.

Kedekatan PDIP [dulu PDI] dengan kalangan fundamentalis Katolisk sudah lama. Dalam memoar Jusuf Wanandi [hlm. 327] disebutkan hubungan dekat Jendral Benny Moerdani dengan keluarga Sukarno. Tertulis di situ: “Benny menikah dengan Hartini pada tahun 1964. Hartini adalah kemenakan kawan dekat Soekarno di Bandung Technische Hogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung). Perkawinan ini dilaksanakan di Istana Bogor dengan Bung Karno sebagai wali.”

Kedekatan itulah yang membuat Benny, seperti tulisan saya sebelumnya “Jokowi dan Politik Anti Islam”, melindungi Megawati dari serangan Suharto pada tahun 1996. Benny berharap bahwa PDIP bisa menjadi rumah bangi kader-kader Kasebul setelah mereka tersingkir dari Golkar.

Perlu dijelaskan sekilas, pada awal Orde Baru, kader-kader Kasebul banyak terdapat di Golkar. Bahkan Ali Moertopo adalah orang penting di balik Golkar. Dan, CSIS merupakan lembaga pemikir yang ikut merumuskan strategi Golkar untuk memenangkan Pemilu. Banyaknya kader fundamentalis Katolik sempat diprotes tokoh-tokoh Islam. Salah satu kritik berasal dari K.H. Hasbullah Bakry yang menulis kritiknya di “Harian Kami” edisi 9 dan 17 Agustus 1973 [Hadiz&Bourchier: 189-90]. Menurutnya, sepertiga dari pengurus pusat Golkar beragama Katolik dan Kristen. Sementara, kalangan Islam tak diberi tempat. Padahal pemilih Golkar hampir 95 persen adalah umat Islam.

Kedekatan Golkar dengan fundamentalis Katolik mulai retak mendekati tahun 90-an. Pada periode ini ada dua peristiwa penting. Pertama, Alamsjah Ratuprawiranegara dkk, merintis berdirinya ICMI [Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia]. Inilah yang menandai bangkitnya Islam politik. Kedua, dalam Pemilu 1987, PDI mampu memobilisasi satu juta massa di hari kampanye terakhir di Jakarta. Gambar Sukarno diarak keliling Jakarta oleh simpatisan PDI. Ketua Golkar saat itu, Sudharmono, mencium keberhasilan PDI mengerahkan massa yang besar karena dukungan Benny yang saat itu Panglima ABRI [Wanandi:326-7]. Dari dua peristiwa inilah hubungan Golkar dan kalangan fundamentalis Katolik mulai renggang. Dalam perkembangan berikutnya, Golkar kemudian banyak diisi oleh aktivis Islam, terutama dari HMI dan PMII.

Setelah Golkar dirasakan tidak lagi enak dijadikan rumah, pelan-pelan kader fundamentalis Katolik hijarah ke PDIP. Hijrah ini semakin memuncak pasca Peristiwa 27 Juli 1996. Secara terang-terangan Jendral Benny dan kliknya [Hendropriyono, Agum Gumelar, Sutiyoso, Theo Syafii, dll], mendukung Megawati.

Situasi PDIP yang didominasi oleh kaum fundamentalis Katolik disadari oleh kalangan tokoh-tokoh Islam. Peristiwa ini terjadi pada pemilihan presiden pada tahun 1999. Pada waktu itu PDIP menang Pemilu. Megawati kandidat kuat presiden. Inilah yang menjadi kekhawatiran tokoh-tokoh Islam bahwa Megawati akan menjalankan nasionalisme sekuler yang akan mengorbankan umat Islam [Hadiz&Bourchier: 29]. Maka dibentuklah Poros Tengah, suatu aliansi politik gabungan antara partai-partai Islam dan Golkar. Pada saat itu Ketua Golkar adalah Akbar Tanjung, mantan Ketua HMI. Pada akhirnya Poros Tengah berhasil mengganjal Megawati. Dari sinilah dendam Mega/PDIP terhadap partai-partai Islam dan Golkar.

Tentu Mega butuh waktu lama untuk membalas dendam. Ketika ia jadi presiden, posisinya belum kuat sehingga masih membutuhkan dukungan partai Islam dan Golkar. Setelah SBY jadi presiden, dendam Mega sementara diarahkan pada SBY yang dianggap telah mempermalukan dirinya. Dendam itu masih diperam sampai sekarang. Nah, setelah sekarang berkuasa lagi dengan Jokowi sebagai bonekanya, Mega mulai melancarkan balas dendamnya terhadap partai-partai Islam dan Golkar.

PDIP sekarang memang kental aroma kader-kader fundamentalis Katolik dan Kristen. Hasto Kristianto, pjs Sekjen, merupakan kader Kasebul lulusan Fakultas Teknik UGM, senior Ajianto. Orang banyak mengira dia alumnus GMNi, padahal ia dulunya aktivis PMKRI. Ia digembleng di PMKRI [Pergerakan Mahasiswa Kantolik Republik Indonesia] selama mahasiswa. PMKRI didirikan pada tanggal 25 Mei 1947. Hari itu dipilih karena bertepatan dengan hari Pantekosta, yaitu hari turunnya Roh Kudus ke muka bumi. Inilah yang dijadikan simbol bahwa Roh Kudus turun ke bumi guna merestui mahasiswa Katolik yang sedang berkumpul untuk berjuang berlandaskan ajaran Katolik. Pimpinan PMKRI yang menonjol antara lain Jusuf Wanandi dan Sofian Wanandi. Di PDIP, Hasto berhasil menyingkirkan kader-kader yang berasal dari GMNI [Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia]. Hasto pula yang digunakan untuk menyerang pimpinan KPK yang berasal dari aktivis Islam, Abraham Samad. Sebelum jadi Ketua KPK, Samad merupakan pengacara yang dekat dengan aktivis Islam yang digolongkan radikal.

Juga menguat di PDIP anggota yang berasal dari kalangan Kristen fundamentalis. Mereka merupakan didikan Parkindo [Partai Kristen Indonesia]. Parkindo merupakan salah satu partai selain PNI dan Murba yang berfusi membentuk PDI. Kader Parkindo yang menonjol sekarang adalah Maruar Sirait, setelah bapaknya, Sabam Sirait, mulai mundur dari politik. Dikabarkan dia dekat dengan Puan Maharani, salah satu orang terkuat di PDIP setelah Megawati. Sementara kader Parkindo yang baru muncul adalah Adian Napitupulu. Sayang kiprahnya tercoreng gara-gara bobok siang di ruang sidang.

Dengan anatomi seperti itu tak mengherankan kalau Mega/PDIP lewat tangan Jokowi berusaha menghancurkan umat Islam. Pas sekali, Jokowi sendiri dikelilingi orang-orang yang anti Islam. Sebut saja di antaranya Luhut Panjaitan. Walaupun sering berseberangan dengan Hendropriyono, Luhut merupakan salah satu kader terbaik Benny. Ia sudah lama dipersiapkan untuk menduduki jabatan strategis. Seandainya Luhut Islam, kata Sintong Panjaitan, ia bisa jadi presiden. Ada Andi Wijayanto, anak Theo Sayii. Seperti yang telah diungkapkan tadi, Theo termasuk orang Benny. Awalnya, Theo beragama Katolik, agar tak mencurugikan ketika menyusup ke PDIP, ia pindah beragama Islam. Bagi kader-kader fundamentalis Katolik, guna menjalankan tugas penyusupan, tak masalah kemudian pindah agam. Kalau mereka ditanya mereka akan bilang, “lihat KTP saya Islam.” Persis yang sering dikatakan Ajianto ketika didesak apakah dia kader Kasebul.

Bila mencermati perpecahan PPP, maka ada kesamaan modus dengan perpecahan Parmusi [Partai Muslim Indonesia] pada tahun 1973. Saat itu Ali Moertopo, seorang intelejen didikan Pater Beek, memunculkan D.J. Naro untuk mempekeruh Parmusi sehingga memunculkan kepemimpinan ganda. Taktik ini dipakai dalam memecah PPP. Romy dijadikan bidak agar PPP terbelah. Dan, berhasil. Sampai sekarang PPP masih dilanda kisruh yang belum jelas ujung penyelesaiannya.

Pembelahan Golkar serupa. Kenapa Golkar ikut dibelah padahal bukan partai Islam? Selain kedekatannya dengan Prabowo, Golkar sekarang didominasi aktivis Islam. Ketua Fraksi Golkar, Ade Komarudin, adalah aktivis HMI, sementara sekretarin fraksi, Bamsoet, juga aktivis HMI. Sekjen Golkar, Idrus Marhan, merupakan alumni PMII. Pengurus Golkar yang lain seperti Ali Mochtar Ngabalin menduduki jabatan sebagai Ketua BKPRMI, sebuah wadah bagi remaja masjid. Bahkan ketua DPR, Setyo Novanto, kini telah memeluk agama Islam. Dengan kondisi seperti itu, tentu Golkar merupakan ancaman bagi kaum fundamentalis Katolik. Maka diperlukan Yorrys Raweyai, seorang Katolik, untuk mengacak-ngacak Golkar.

Memecah partai Islam dan Golkar merupakan target jangka panjang Mega/PDIP, khususnya dalam menghadapi Pilkada. Fakta yang ada selama ini, banyak kepala daerah yang berasal dari kalangan partai Islam dan Golar. Seringkali PDIP kesulitan bila berhadapan dengan gabungan partai Islam dan Golkar dalam Pilkada. Sebagai contoh di Jabar dan Sumut, PDIP kalah dengan PKS dan koalisinya. Sementara ketika unsur-unsur Islam dan Golkar yang menjadi kepala daerah, mereka pro terhadap umat Islam. Ini tentu dianggap mengkhawatirkan oleh rezim Jokowi yang didukung PDIP, fundamentalis Katolik/Kristen, serta jendral-jendral yang anti Islam. Guna mematahkan dominasi partai Islam dan Golkar, maka soliditas partai-partai tersebut harus dihancurkan. Dan, usaha itu sekarang telah dimulai.

Sekali mendayung dua tiga pulai terlampau. Itulah yang sekarang dilakukan rezim Jokowi dan PDIP. Saat wadah umat Islam berupa parpol diacak-acak, rezim Jokowi sekaligus juga menebarkan Islam phobia. Islam dimunculkan kembali sebagai ancaman terhadap keamananan. Maka, didukung kaum fundamentalis Katolik/Kristen, jendral anti Islam dan sekolompok Islam liberal yang bernaung dalam JIL/Salihara, melakukan pembrokiran terhadap situs-situs Islam. Dalih-dalih klise dipakai oleh rezim Jokowi, PDIP dan pendukungnya untuk memenggal kebebasan bicara umat Islam. Tentu tujuan jangka panjangnya adalah membuat umat Islam demoralisasi. Ketika sudah demoralisasi maka akan dengan mudah dikendalikan oleh rezim Jokowi.

Sekarang pertanyaannya, mampukah umat Islam di Indonesia menumbangkan dua musuh pokoknya itu: Jokowi dan PDIP? Kalau mampu, umat Islam akan selamat. Kalau tidak mampu, tinggal tunggu waktu umat Islam diinjak-injak seperti zaman Orba dan Benny Moerdani***
_________________________________________________________________________________

*) Penulis buku “Pater Beek, Freemason dan CIA”. Tinggal di Malang, Jawa Timur. Sedang menempuh S2 bidang sosiologi di salah satu universitas Islam di Malang.

- Harold Crouch, “Militer dan Politik di Indonesia”, Sinar Harapan, 1999.
- David Bourchier dan Vedi R. Hadiz [editor], “Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia Periode 1965-1999″, Grafiti & Freedom Institute, 2006.
- Jusuf Wanandi, “Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia 1965-1998″, Penerbit Kompas, 2014.
- M. Sembodo, “Pater Beek, Freemason dan CIA”, Galan, 2009.
_________________________________________________________________________________

Sumber: http://tikusmerah.com/?p=1598