Bismillah

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‎​​​
Dengan nama ALLAH yg Maha Pengasih Maha Penyayang
In the name of ALLAH the Most Gracious the Most Merciful

Friday, June 6, 2014

Rickie

He's back home!

Kata2 ini lebih tepat untuk diucapkan kepada Rickie Lee Lambert saat dia resmi diumumkan sebagai pemain baru Liverpool FC, 2 Juni 2014 lalu. Karena memang sejatinya Liverpool adalah tanah kelahirannya. Dan Liverpool FC adalah klub idolanya sejak masih kanak2. The long and winding road - sebuah judul lagu milik The Beatles band legendaris asal kota Liverpool - rasanya tepat untuk menggambarkan perjalanan karir Rickie Lambert, yang harus menunggu hingga menjelang akhir karirnya sebagai pesepakbola agar bisa bermain untuk klub yg dicintainya.


Rickie lahir 16 February 1982 di Kirkby, Merseyside. Kecintaannya pada sepakbola dan dukungan orang tua mengantarnya bergabung dengan Liverpool FC saat berumur 10 tahun. Lima tahun dia menimba ilmu sepakbola di klub ini, hingga saat umur 15 tahun, dia harus menerima kenyataan bahwa Liverpool FC tidak akan menggunakan jasanya. "Saya benar-benar hancur saat itu," katanya menggambarkan saat LFC mengabarkan tidak akan menggunakannya lagi. "Sempat terpikir bahwa saya tidak akan menjadi pemain sepakbola lagi. Saat itu bagaikan akhir dunia bagi saya."

Perlahan dia mulai menyadari bahwa dia tidak bisa terus larut dalam kekecewaan dan memutuskan untuk meneruskan karir sepakbolanya, membuang jauh impiannya untuk menjadi pemain Liverpool FC. Sempat menjalani try out di klub lokal non-liga Marine FC, akhirnya Rickie berlabuh di Blackpool FC pada Agustus 1998 saat berumur 16 tahun. Setahun kemudian baru dia menjalani debut profesional, masuk sebagai pemain pengganti untuk team reserves. Sepanjang musim 1999/2000 itu dia hanya bermain 2x sebagai pemain pengganti. Akibat performa buruk ini, musim berikutnya Rickie hanya ditawari kontrak bulanan oleh Blackpool. Dan ternyata dia tetap kesulitan untuk menembus team reserves, hingga Blackpool melepasnya pada November 2000.

Selepas dari Blackpool, Rickie luntang lantung (bahasa kerennya "free agent") selama empat bulan. Saat menganggur dari sepakbola ini dia sempat bekerja di sebuah pabrik, hingga akhirnya sebuah klub divisi tiga, Macclesfield Town FC merekrutnya menjelang akhir musim 00/01. Di Macclesfield Town nasibnya mulai membaik. Selama sisa musim dia bisa tampil dalam 9 pertandingan meskipun tidak mencetak gol. Musim berikutnya dia menjadi pemain reguler di Macclesfield Town dengan total 40 penampilan dan mencetak 10 gol. Di musim ini juga dia mencetak hat-trick pertamanya sebagai pemain profesional.


Dari Macclesield Town ini Rickie mulai berpetualang, pindah dari satu klub ke klub lain. Dari Stockport County FC, Rochdale FC, Bristol Rovers FC hingga akhirnya dia berlabuh di Southampton FC pada Agustus 2009 saat berumur 27 tahun, dengan nilai transfer 1 juta poundsterling. Di Southampton dia menemukan bentuk permainan terbaiknya. Banyak milestone yg dia raih selama di Southampton. Di klub ini dia memenangkan trophy pertamanya (League Trophy - turnamen terbatas antara team liga 1 & liga 2). Dia juga menjadi top scorer bagi Southampton berturut-turut sejak musim 09/10 hingga musim 12/13 dengan total 103 gol di seluruh kompetisi. Dia dua kali terpilih sebagai Southampton' Fans Player of The Year dalam tiga tahun. Dia juga pernah dinobatkan sebagai Championship Player of the Year 2011. Pada akhir musim 11/12 ia bersama Adam Lallana & Kelvin Davies ditasbihkan sebagai PFA Championship Team of The Year. Musim 11/12 ini pula dia mengantar Southampton FC ke kompetisi kasta tertinggi di Inggris, English Premier League. Di EPL Rickie melanjutkan performa apiknya bersama Southampton, hingga pada 8 Agustus 2013 untuk kali pertama The Three Lions, tim nasional Inggris, memanggilnya. Kala itu usianya sudah 31 tahun.



Menjadi pemain tim nasional Inggris mungkin adalah pencapaian terbesarnya sebagai pesepakbola. Namun masih ada satu impiannya yang sudah dia pendam, bahkan dia lupakan, selama 17 tahun. Kejutan itu datang di tengah persiapannya bersama timnas Inggris sebelum berlaga di Piala Dunia di Brasil. Liverpool Football Club, klub yang dicintainya sejak kecil, meminangnya. Sekuat mungkin ia tahan rasa gembiranya dengan pinangan ini. Dia hanya memberitahu informasi ini kepada keluarga terdekatnya, termasuk orangtuanya. Kedua orangtuanya, terutama ibunya, menangis mendengar berita mengejutkan ini. Tak cuma karena anaknya akan bermain untuk Liverpool FC, tapi juga karena anaknya akan pulang kembali tinggal bersama mereka dan keluarga besarnya, setelah 8 tahun meninggalkan Merseyside, Liverpool.




Kisah karir Rickie Lee Lambert ini begitu berwarna. Dari pemain muda yg terbuang, lalu dia berjuang pelan2 hingga mampu membuktikan diri di penghujung karirnya. Dia pinggirkan impian2 besarnya lalu mengalihkan fokusnya dengan melakukan apa yang bisa dia lakukan sebaik mungkin. Seperti manusia lain, dia juga menemui hambatan dalam perjalanan karirnya. Malah sempat banting stir menjadi buruh pabrik dengan upah 20 pound sehari, untuk bertahan hidup. Namun dia tetap menjaga kebugaran & 'feel' nya terhadap sepakbola, dengan berlatih sepakbola di malam hari, selepas bekerja di pabrik. Ibarat petinju, dia 2 kali terpukul dan terjatuh, tapi dia selalu bisa bangkit untuk melanjutkan pertarungan. Pantang menyerah selama dia masih bisa bangkit, terus berjuang meskipun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Spirit ini yang pada akhirnya berbuah manis di penghujung karirnya.

Saat ini mungkin karir sepakbola nya hanya tersisa beberapa tahun lagi. Namun dalam beberapa tahun ini pun dia masih bisa membuktikan diri bahwa dia layak untuk mengenakan jersey legendaris berwarna merah itu. Perjuangannya yg luar biasa selama 17 tahun cukup untuk meyakinkan kita bahwa dia akan bisa melakukan sesuatu yang luar biasa juga dalam beberapa tahun ke depan bersama Liverpool FC.

Once a Red, always a Red. Welcome back home, Rickie! YNWA!