Bismillah

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‎​​​
Dengan nama ALLAH yg Maha Pengasih Maha Penyayang
In the name of ALLAH the Most Gracious the Most Merciful

Tuesday, June 2, 2015

BR: Stay or Leave

Musim 14/15 sudah selesai. Ada tamparan keras buat LFC di akhir musim. Dua game terakhir Gerrard berakhir dengan kekalahan. Dipermalukan Crystal Palace 1-2 di Anfield dan dibantai Stoke City 1-6 di Britannia Stadium. Another roller-coaster season has gone. Our old Liverpool FC has back. Same old Liverpool I know precisely.

Tapi saya tidak mau membahas performa LFC musim 14/15. Ini bukan blog season review. Saya mau bahas soal kelanjutan nasib manager Brendan Rodgers. Sebelum mulai, saya mau jujur bilang bahwa saya termasuk dalam golongan minoritas, pengguna tagar #IRWT (In Rodgers We Trust). 


Tapi saya punya beberapa alasan, dan alasan2 inilah yg mendorong saya membuat blog ini.

1. Sukses musim 13/14
Musim 13/14 LFC lumayan sukses. Kesuksesan yang bahkan tak dibayangkan oleh Brendan Rodgers sendiri. Title contender, kejar2an point sama Man City hingga game terakhir. Sudah memastikan tampil di UCL musim berikutnya, tanpa lewat kualifikasi, saat musim masih menyisakan beberapa pertandingan. Tombak kembar SAS (Suarez And Sturridge) jadi momok yang menakutkan semua defender EPL, kecuali defender LFC pastinya. Suarez mencetak 31 gol dan Sturridge 20 gol, menempatkan mereka di peringkat 1 dan 2 daftar top-scorer EPL musim 13/14. Supporter LFC musim itu serasa sedang bermimpi. Spanduk bertuliskan "Make Us Dream" selalu hadir di setiap pertandingan LFC. Mimpi untuk merebut gelar EPL untuk pertama kalinya terasa akan berakhir musim itu. Mimpi memiliki tim yang berprestasi sekaligus bermain indah bak masa2 kejayaan LFC tahun 70-80an pun hadir. Dan Brendan Rodgers adalah orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas hadirnya mimpi itu. Skill man-management dalam mengeluarkan kemampuan terbaik seorang pemain, meramu pemain senior / junior dalam tim, taktik formasi yang beragam adalah beberapa alasannya. Atas semua ini fans menyepadankan BR dengan manager legendaris Bill Shankly, seperti tertulis dalam lirik chant untuk sang manager:


Meskipun, imho, kesuksesan musim 13/14 adalah juga berkat LFC yang tidak bermain di Eropa. LFC hanya fokus di kompetisi dalam negeri. BR jadi punya waktu lebih banyak untuk mempersiapkan skuadnya dari game ke game. Pemain pun lebih bugar fisiknya karena tidak diganggu game tengah minggu. Sementara pesaing2 top-four semuanya terlibat dalam kompetisi Eropa. Musim 13/14 juga mencatat bahwa hampir semua pesaing2 top-four LFC mempunyai manager baru. Mereka masih beradaptasi dengan sistem baru, sementara LFC sudah musim kedua ditangani BR. Pemain LFC pun relatif sama dengan musim 12/13, hanya Mignolet (kiper) pemain baru yg jadi pemain reguler, jadi tidak ada lagi pemain yg masih beradaptasi. Kondisi ini mampu dimaksimalkan oleh BR dengan membawa LFC finish di posisi runner-up.

2. Luis Suarez dan pemain2 baru
Setelah musim 13/14 yang sukses, LFC menjual Luis Suarez, pemain protagonis utamanya. Dan uang hasil penjualan digunakan untuk membeli beberapa pemain yg dianggap mampu menambal lubang2 di musim 13/14. Pemain2 baru ini, karena kebutuhan, langsung menjadi pemain reguler. Lovren, Can, Moreno, Lallana adalah pemain2 baru yg langsung jadi pemain reguler LFC. Balotelli dan Manquillo juga sempat merasakan jadi pemain reguler di awal2 kedatangan mereka. Markovic pun begitu. Separuh dari mereka adalah pemain baru di Inggris. Mereka butuh waktu untuk beradaptasi dengan gaya Inggris sekaligus skema yg digunakan BR. Sebagai pembanding, pemain sekaliber Luis Suarez saja tidak langsung nyetel dengan skema permainan BR. Suarez butuh waktu satu musim penuh (12/13) untuk beradaptasi. Baru di musim berikutnya (13/14) Suarez menggila dan mampu melesakkan 31 gol. 

3. Faktor Gerrard
Ini murni pendapat saya, don't take it if you don't like it. Pengaruh Gerrard sangat kuat di internal LFC. Bisa jadi, BR yg "anak kemaren sore" di LFC dibanding Gerrard kalah pamor meskipun dia manager. Ini membatasi ruang gerak BR. Dia jadi kurang leluasa mengatur skuadnya. Ada rasa ewuh pakewuh ke Gerrard, ga enak hati ga mainin Gerrard kalo dia lagi fit. Padahal bisa jadi secara taktik harusnya Gerrard dicadangkan atau malah ga dibawa, seperti yg sering BR lakukan ke pemain lain. Gerrard sendiri mengakui kalau keputusan dia keluar dari LFC adalah karena dia mau bermain reguler sampai dia pensiun kelak (http://www1.skysports.com/football/news/11669/9847511/steven-gerrard-says-he-needed-to-leave-liverpool-for-mls-to-play-games). Ini yang tidak bisa dipenuhi LFC, selain masalah payroll. Jadi, kepergian Gerrard bisa jadi adalah solusi terbaik buat semua pihak. Win win solution. Gerrard 'mengalah' untuk LFC.

So, BR punya potensi untuk menjadi manager sukses seperti kita lihat kesuksesan dia di musim 13/14. Musim 14/15 pun kalau mau jujur, dengan segala kondisinya, not too bad imho. LFC masih finish di posisi 6. Masih dapat jatah kompetisi Eropa, meskipun hanya Europa League. Di Piala Liga & FA Cup LFC mampu menembus semifinal. Progres kalau dibanding musim 13/14. Musim 15/16 seharusnya para pemain baru sudah beradaptasi & nyetel dengan skema BR. Pemain2 yang diincar oleh BR pun -gosipnya- adalah pemain2 yg sudah wara wiri di EPL untuk memudahkan adaptasi. Kepergian Gerrard juga bisa menjadi 'blessing in disguise' bagi LFC dan BR khususnya, semoga.

Selain itu, jika BR dipecat dan diganti manager baru berarti klub butuh waktu lagi untuk beradaptasi. Tidak ada jaminan manager yg hebat di liga luar Inggris bisa hebat juga di liga Inggris. Dan fyi, Sir Alex Ferguson pernah ada di posisi BR sekarang. Supporter ramai2 menghujat setelah 3 tahun jadi manager tanpa hasil.


Tapi di musim ke-4 SAF mampu menjawab hujatan dengan mendapatkan trophy FA Cup. Dan baru musim ke-7 mendapatkan trophy EPL. Setelah itu, hampir tidak ada musim yg dilewati MU & SAF tanpa trophy. Bayangkan betapa bahagianya kita kalo seandainya owner MU waktu itu ngikutin kemauan fans, LFC pasti masih jadi pemegang rekor juara liga terbanyak :). Kuncinya adalah stabilitas jangka panjang. Old school memang di jaman serba duit ini, tapi bukan ga mungkin bisa berhasil. Owner FSG pun sepertinya menganut prinsip yang sama. Mereka bukan raja minyak yang rela merugi untuk 'membeli' kesuksesan dengan uang. Mereka pebisnis yang bervisi jangka panjang. Tak heran jika hampir semua pemain yang dibeli adalah pemain muda.

Kesimpulan: give BR one more season. Musim 15/16 adalah musim ke-4 BR di LFC. Musim 15/16 sudah tidak ada lagi alasan BR untuk tidak sukses. Semua yg dia butuhkan untuk sukses sudah diberikan owner. Dan ukuran sukses untuk klub sekelas LFC adalah trophy. Make us dream (again), Brendan. YNWA!