Bismillah

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‎​​​
Dengan nama ALLAH yg Maha Pengasih Maha Penyayang
In the name of ALLAH the Most Gracious the Most Merciful

Tuesday, April 25, 2017

Balas Setimpal, Namun...

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dzalim. (QS 42:40)

Jika ada orang yang berbuat jahat pada kita, maka kita diperkenankan untuk membalasnya setimpal dengan apa yang dia lakukan kepada kita. Setimpal ya, tidak boleh lebih karena jika berlebihan maka kita termasuk orang yang dzalim. Mata balas mata. Tangan ganti tangan. Familiar dengan kalimat ini? Yep, kalimat ini berasal dari Alkitab, tepatnya di Perjanjian Lama. Kok bisa sama? Iyalah, sumbernya kan sama; Allah swt. Dan hukum ini akan tetap begitu sampai akhir jaman.

Allah swt Sang Maha Pencipta tahu persis bahwa manusia ciptaan-Nya punya sifat pendendam, yang berbeda-beda kadarnya di setiap orang. Sifat ini bisa muncul sewaktu-waktu jika "dipancing". Karena sifat ini, umumnya (sekali lagi: umumnya) manusia akan memilih untuk membalas setimpal atas kejahatan yang dia terima dari orang lain. Pernah nonton TV mengenai pengadilan kasus pembunuhan? Lihat reaksi keluarga korban? Biasanya mereka menuntut agar si terdakwa dihukum seberat-beratnya, jika perlu dihukum mati. Menurut saya ini wajar karena memang seperti itulah manusia.

Nah karena sifat manusia ini maka Allah swt memberikan aturan-Nya yang membolehkan kita untuk membalas setimpal dengan kejahatan yang kita terima. Namun, Allah swt juga menjanjikan pahala-Nya untuk mereka yang memaafkan kejahatan tersebut. Karena Allah swt Maha Tahu bahwa memang ada manusia berhati mulia yang ikhlas memaafkan orang yang telah berbuat jahat pada dirinya / keluarganya.

Boleh membalas setimpal tak boleh lebih, tapi jika memaafkan Allah swt yang akan mengganti "kerugian"nya. Masya Allah, Islam memang sangat sesuai fitrah manusia.

Wallahua'lam.

Monday, April 10, 2017

Mereka Tuli, Bisu dan Buta

Pernah dengar kisah Nabi Ibrahim as menghancurkan patung-patung berhala yang disembah kaumnya? Ini kisah nyata, Allah swt sendiri yang menceritakannya dalam Al-Quran surat Al-Anbiya' ayat 51-67. Bacalah.
.
.
.
.
.
Sudah? Oh ok, saya tunggu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sudah? Ok. Pelajaran apa yang bisa kita petik? Yep, keras kepalanya kaum Nabi Ibrahim as dalam mempertahankan apa yang mereka yakini. Meskipun, dalam kisah itu, Nabi Ibrahim as sudah dengan cerdas mengobrak-abrik logika sesat mereka dan mereka sendiri pun mengakuinya. Panca indera mereka sehat, namun mereka sejatinya tuli, bisu dan buta karena tak dapat menerima kebenaran. Dan di ayat 68, mereka malah memutuskan untuk membakar Nabi Ibrahim as karena dianggap melecehkan keyakinan mereka. 

Nabi Muhammad saw berkata, "Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain" (HR Muslim no. 91).

Sifat sombong yang dicirikan dalam hadits ini layak disematkan pada kaum Nabi Ibrahim as. Mereka menolak kebenaran dan meremehkan orang yang menyampaikan kebenaran tersebut. Mereka sombong dan kelak akan memanen hasil kesombongan mereka.


************


Sejarah selalu berulang. Orang-orang seperti kaum Nabi Ibrahim as akan selalu ada di setiap jaman. Pun di jaman sekarang, di sekeliling kita. Banyak orang yang berkeras hati bahwa pilihan mereka benar meskipun berbagai data, fakta hingga ayat-ayat Allah swt menunjukkan bahwa pilihan mereka salah. Mereka mengingkari kebenaran, menganggapnya sebagai wujud kebencian dan malah menyalahkan orang-orang yang menyampaikan kebenaran tersebut. Mereka tuli, bisu dan buta. Sama persis dengan kelakuan kaum Nabi Ibrahim as.

Jika sudah begini, tugas kita hanya mendoakan mereka semoga Allah swt membuka hati mereka dan mengembalikan mereka ke jalan yang benar, aamiin yaa Robbal'aalamiin.